FEATURE BIOGRAFI (SOSOK)
HERU SISWANTO, SOSOK PENOLONG PENDERITA GANGUAN JIWA
Perjalanan mengabdi bapak dua anak tersebut dimulai tahun 1990. Pada tahun tersebut Heru mulai terjun ke ranah sosial untuk membantu masyarakat sekitar Jenangan yang terkena musibah. Bukan hal mudah menghadapi problematika sosial dilingkungannya, apalagi dalam bidang kesehatan. Belum adanya BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) , Jaminan Kesehatan maupun surat keringanan biaya lainnya membuat langkah perjuangan Heru tersendat. Namun, Heru tidak pantang menyerah langkah alternatif yang Heru ambil adalah mengevakuasi orang terbelakang ke Solo hingga tahun 2002.
Mulai tahun 2002 pemerintah mengeluarkan peraturan, apabila ingin mengirim pasien harus ada surat rekomendasi dan bertepatan pada saat itu akhirnya muncul JAMKESMAS.
Pada tahun 2005 Heru Siswanto mendapat informasi dari pihak Rumah Sakit Jiwa Solo, bahwa pengiriman ODGJ ( orang dengan gangguan jiwa ) dari Ponorogo, Jawa Timur menuju Solo, Jawa Tengah memerlukan administrasi yang banyak dan rumit. Sehingga Heru diberi saran untuk mengirimkan ODGJ tersebut ke Malang ataupun ke Surabaya yang notabennya berada dalam lingkup Jawa Timur. Akhirnya ia menyetujui rekomendasi tersebut dan mengirimkan ODGJ ke Malang dan Surabaya.
Tahun 2007 adalah puncak Heru merasa terketuk dengan kondisi ODGJ yang masih sering kambuh setelah berobat ke RSJ. Walaupun tidak memiliki latar belakang pendidikan psikologi maupun kesehatan, pria yang hanya lulusan SMA ini mulai timbul inisiatif untuk merehabilitasi kecil–kecilan ODGJ. “Rata rata sepulang dari RSJ jika obat pasien ODGJ habis mereka sering kambuh dan itu terjadi berulang–ulang, saya akhirnya timbul inisiatif mendirikan rumah terapi”. Ucapnya sesekali menerang keatas. Akhirnya pada 2008 ia meminta izin keluarga untuk mendirikan rehabilitasi ODGJ kecil – kecilan yang bertempat dirumahnya sendiri. Lamini sang istri dengan senang hati menyetujui ide sang suami tersebut.
Dua tahun kemudian, keluarga Heru didatangi banyak wartawan dari berbagai daerah untuk mempertanyakan tentang ODGJ di desanya. Tak selang waktu lama berita tersebut menyebar ke seantero negeri, baik berita media cetak, televisi, maupun media online semua ramai membicarakan hal tersebut. Berita tersebut terdengar sampai telinga Bupati Ponorogo. Akhirnya Heru di panggil oleh Pemerintah Kabupaten dan diberi banyak pertanyaan. Selanjutnya dibukalah data statistik yang menunjukakan geografis kondisi penduduk Ponorogo, dari data tersebut mulai terlihat jumlah orang-orang yang sehat dan orang-orang yang memiliki gangguan kejiwaan. Beliau merasa was- was jika akan terjadi hal negatif terhadap dirinya. Pasalnya Ponorogo menjadi terkenal akibat banyaknya ODGJ. “saya dipanggil, dihujat, dimaki, disodori banyak pertanyaan posisi saya sudah seperti orang ekstrem”. Ujar Heru.
Salah satu pertanyaan yang membekas dan mengagetkan menurut Heru ialah saat Pihak Kabupaten menanyakan apa kemauan Heru sebenarnya. Lantas Heru menjawab ia hanya ingin skala kecil salah satunya untuk kontrol pengobatan di daerahnya. Hal ini agar ODGJ tidak perlu jauh jauh kontrol ke Solo, Surabaya maupun Malang. Mengingat penderita ODGJ merupakan masyarakat berekonomi rendah yang tidak mampu membayar kontrol pengobatan.
Melalui pertimbangan akhirnya Pihak Kabupaten mengabulkan keinginan Heru. Pihak Kabupaten memberi amanat kepada Heru untuk mencarikan lahan kosong dan segera membangun Rumah untuk menampung ODGJ. Selanjutnya Heru langsung berkonsultasi dengan kepala desa lalu tercapailah titik terang. Lahan Sekolah Dasar yang sudah tidak terpakai akhirnya menjadi tempat kontrol ODGJ. Tempat tersebut dapat membantu ODGJ untuk berkonsultasi dan mendapatkan obat dengan lebih mudah disamping proses rehabilitasi.
Kala itu jumlah penderita ODGJ ( Orang Dengan Gangguan Jiwa) di desa Paringan adalah 62 orang. Bapak dua anak tersebut merasa terpanggil dan terketuk akan banyaknya jumlah orang yang terbelakang mental. Untuk melatih daya motorik ODGJ, Heru mengajarkan budidaya ikan patin. Para ODGJ tersebut dilatih memberi makan ikan yang ada dikolam tak jauh dari ia tinggal. Pernah suatu hari Heru mengajarkan cara berkebun dan bercocok tanam. Belau melatih dengan sabar bagaimana mencangkul tanah dan menanam sayuran. Namun, inisiatif tersebut berjalan kurang lancar, ODGJ tersebut sempat mengamuk disebabkan karena fisik yang belum mampu para ODGJ untuk melakukan pekerjaan - pekerjaan yang berat. Selanjutnya Heru berencana mengajarkan ODGJ tersebut dengan cara beternak ayam. Hari demi hari penderita ODGJ mulai sembuh dan kembali bersama keluarganya.
Sekarang, bersama istri dan kedua anaknya, keluarga bersahaja ini merawat enam ODGJ dirumahnya. Rata-rata ODGJ tersebut berumur 12 sampai 30-an tahun. Enam ODGJ tersebut sudah mulai menurut dan bisa melakukan aktivitas sehari-hari. Heru pun sudah menganggap mereka seperti keluarga sendiri. Bahkan Ibu Lamini yang merupakan istri Pak Heru sudah menganggapnya seperti anak sendiri. “sudah seperti anak sendiri mbak, tak mandiin tak kasih tahu bagaimana cara menyapu”. Ungkapnya dengan senyum tulusnya.
Pria yang menjabat Kamituwomo Dusun Krajan, Desa Paringan ini menerapkan terapi jiwa dengan mekanisme 50% kesehatan dan 50% kerohanian. Terapi kesehatan yang dimaksud yaitu konsultasi bersama psikiater yang dilakukan rutin 2 minggu sekali dan pemberian obat. Adapun kerjasama dengan Postu ( Pos Pembantu) Jiwa Jenangan yang berguna memupuk kebersamaan dan bersosialisasi dengan masyarakat. “Nanti kalau mereka sembuh juga akan kembali ke masyarakat” ujar Heru dengan optimis. Sedangkan terapi kerohanian dilakukan dengan beragam aktivitas sehari-hari yang ia ajarkan bersama istri dan anak-anaknya. Seperti mengajari mandi, membersihkan tempat tidur, mencuci baju dan hal keseharian lainnya. “ kesabaran dan ketelatenan adalah kunci merawat mereka”. Ungkap Heru. Adapun dukungan dari keluarga asli mereka harus selalu mengalir. Setiap seminggu sekali atau minimal dua minggu sekali pihak keluarga harus datang kerumah Heru untuk sekedar menjenguk mereka. Dengan kasih sayang dan kesabaran perlahan-lahan dapat membantu mereka untuk cepat pulih menjadi orang normal seperti sebelumnya.
Heru Siswanto tak setuju jika faktor penyebab orang mengalami gangguan jiwa berasal dari keturunan. Lemahnya keimanan seseoranglah yang membuat mereka merasa gelisah dan merasa dikucilkan. Sehingga orang tersebut tidak mampu menanggung beban masalah dan menyebabkan berperilaku aneh, cenderung menarik diri dari sosial masyarakat dan berhalusinasi. Dalam hal ini peran keluarga sangat dibutuhkan supaya tidak terjadi hal-hal yang lebih parah dan tidak diinginkan. Dalam hidup seorang Heru Siswanto, beliau terus memegang prinsip mulianya mengenai ODGJ ini . “ Motto saya dari awal ya bebas pasung dan memanusiakan manusia” ucapnya sambil sesekali menyesap puntung rokok di jemarinya.
.Kelompok 1 Jurnalistik Online :
Siti Umi N. (211017048)
Mega Afifah. (211017055)
Alfian K., (211017056)
FEATURE
KPI B semester 5
Perhatikan penulisan kata ganti orang
BalasHapus